https://puu-adwil.kemendagri.go.id/uploads/arsip_dokumen/550ac03924348370be0d3c9fcc443d69.jpg

Jakarta,

Kementerian Dalam Negeri, melalui Direktur Jenderal Bina Administrasi Kewilayahan, Safrizal ZA menyampaikan konsepsi menajemen bencana di
Ministerial Forum for International Cooperation in Disaster Risk Reduction and Emergency Management Program, via Video Conference, di Jakarta, Rabu (3/11/2021).

Acara ini dibuka oleh Mr. Huang Ming, Minister of Emergency Management of China dan dihadiri oleh para menteri dan pejabat yang mewakili dari 19 negara, yaitu: Indonesia, Kamboja, Rusia, Belarus, Brunei, Kazakhstan, Kyrgystan, Laos, Arab Saudi, Serbia, Chili, Korea Selatan, Mongolia, Mozambique, Pakistan, Singapura, Swiss, Kroasia, dan Turki. Serta dihadiri juga beberapa lembaga internasional, antara lain: UNDRR, ILO, International Red Cross, ASEAN, dan ICDO.

Dalam pemaparanya, Safrizal menyampaikan sejumlah isu strategis terkait pengurangan risiko, serta isu-isu aktual dalam penanggulangan bencana, antara lain: implementasi Sendai Framework for Disaster Risk Reduction (SFDRR), dampak perubahan iklim global dan Pandemi COVID-19.

Ia menyampaikan, Indonesia dalam tingkat global dikategorikan negara dengan kerentanan tinggi terhadap ancaman perubahan iklim dan bencana alam. Hal ini berdasarkan data pemerintah, bahwa pada tahun 2005 sampai 2020, lebih dari 78?ncana merupakan bencana hidrometeorologi. Sementara bencana geologi (gempa bumi dan tsunami), hanya sekitar 22%. Namun, bencana geologi tersebut menimbulkan dampak yang cukup signifikan terutama korban jiwa dan kerugian ekonomi.

Pemerintah Indonesia telah bekerja keras untuk proaktif dan responsif dalam mengurangi risiko ancaman bencana melalui Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Implementasi kebijakan, program, dan kelembagaan yang komprehensif juga dilaksanakan Pemerintah Indonesia untuk menangani bencana alam dan meningkatkan ketahanan terhadap bencana harus diapresiasi dan berkontribusi di tingkat global, kata Safrizal.

Karena itu, berkaca pada tata kelola penanggulangan bencana di Indonesia, sambung Safrizal, pengarusutamaan pengurangan risiko bencana sebaiknya dilihat sebagai bentuk investasi menjadi pendekatan yang penting. Kata dia, investasi dalam pengurangan risiko memiliki multiplier effect dalam berbagai sector pembangunan.

Safrizal mengatakan juga bahwa dalam hal penanggulangan bencana di tingkat daerah, Pemerintah Indonesia mendorong optimalisasi penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) sub urusan bencana. Selanjutnya, kata Safrizal, adalah bagaimana mengintegrasikan  SPM ke dalam dokumen perencanaan dan penganggaran di tingkat kabupaten/kota. 

Dengan demikian Penerapan SPM sub urusan bencana diharapkan akan mendorong pelayanan publik penanggulangan bencana yang lebih berkualitas, jelasnya.

Untuk diketahui, dalam forum Ministerial Forum for International Cooperation in Disaster Risk Reduction and Emergency Management Program ini disepakati sejumlah hal kesepakatan, antara lain:

Pertama, para delegasi menyampaikan keprihatinan mendalam atas dampak berkelanjutan dari bencana yang semakin meningkat yang disebabkan oleh perubahan iklim dan pandemi COVID-19. Bencana tersebut telah menyebar dengan cepat yang mengakibatkan hilangnya nyawa dan mata pencaharian manusia, meningkatnya pengungsi dan kerusakan lingkungan, ekonomi dan sosial.

Kedua, negara-negara yang hadir juga siap untuk bekerja sama untuk meningkatkan ketahanan dan keamanan masyarakat dari ancaman bencana dan berfokus pada perlindungan hak-hak masyarakat, keselamatan dan kesehatan perempuan, anak-anak, orang tua, disabilitas dan kelompok rentan yang lainnya.

Ketiga, sepakat untuk meningkatkan dialog dan pertukaran di antara berbagai rencana strategis nasional, kebijakan, peraturan dan standar di bidang pencegahan risiko bencana, mitigasi dan penyaluran bantuan, penguatan keselamatan masyarakat dan kerjasama tanggap darurat dan untuk mengeksplorasi peluang untuk merumuskan strategi regional.

Keempat, para negara dan lembaga internasional siap mempromosikan penilaian risiko bersama dan penelitian terkait multi bahaya (multi hazards), dengan berbagi informasi terkini terkait penilaian risiko bencana, hasil dan pemanfaatan basis data dasar, sehingga dapat mengidentifikasi risiko bencana.

Kelima, memperkuat langkah-langkah pencegahan bencana dan meningkatkan sistem peringatan dini yang efektif, memperkuat pemantauan dan peringatan dini risiko bencana dan menerjemahkannya ke dalam tindakan dini termasuk untuk populasi yang sulit dijangkau dan terpencil.